Aku masih ingat dengan jelas kejadian yang terjadi, tepat seminggu yang lalu.
Saat diriku bertemu dengan... Ina.
Ya, Ina adalah nama anak sebelas tahun itu. Menggunakan topi sambil membawa sebuah kencringan, setiap hari dari Senin sampai Minggu ia bernyanyi diiringi alat musik sederhana itu. Mengitari mobil-mobil mewah, sambil serta merta memandangi rumah-rumah nan megah di kawasan Pondok Indah, tepatnya perempatan lampu merah Citibank.
Setiap hari, sepulang sekolah, dengan tulus dan penuh senyuman ia melakukan pekerjaan tersebut--mengamen. Tidak peduli tentang peraturan daerah yang mengekang, keinginannya hanya satu, yaitu bisa beli buku sekolah dan juga membiayai sekolahnya.
Ayahnya sudah meninggal, sementara ibunya tidak bekerja, ketika ditanya mengenai apa yang ibunya sehari-hari lakukan, Ina menjawab "hanya di rumah". Ia adalah anak satu-satunya, dan karena latar belakang orangtuanya itu, mau tidak mau ia harus dapat membiayai dirinya sendiri.
Menurut penuturannya ia tidak memiliki "bos", ia memang hanya bekerja sendiri. Paling terkadang beberapa saudara sepupunya ikut.
Penghasilannya setiap hari rata-rata Rp 35.000, jumlah itu sudah cukup untuknya. Bekerja dari siang sepulang sekolah hingga kira-kira jam 7 malam. Lalu pulang kembali ke rumahnya di kawasan Pondok Pinang dan mengerjakan kewajiban-kewajibannya.
Ketika kutanya bagaimana ia ke 'tempat kerjanya' itu, ia menjawab dengan mobil angkutan umum. Sebentar ia pun kemudian tersenyum. Tersenyum tulus layaknya anak-anak sebayanya.
Mengingat peristiwa itu aku tersentak. Betapa malasnya aku belakangan ini, mengabaikan tugas-tugas yang ada, mengisi hari-hariku dengan penuh rasa malas, malas dan ya... malas. Tidak seharusnya aku seperti itu, dengan segala kemudahan serta kenyamanan yang telah diberikan..... Pantaskah aku mengeluh? Atas dasar apakah aku harus mengeluh? Pantaskah aku malas melakukan segala kewajibanku?
Oh Ina... coba saja kau tahu bagaimana berterimakasihnya aku padamu, aku tahu pasti kau juga akan senang...
Terima kasih Ina.
Aku bangga akan sosok sepertimu, seorang sosok yang tegar, tak kenal kata lelah apalagi menyerah, tulus, serta yang terutama selalu bersyukur akan segala yang telah didapat, seberapa sedikit pun itu....
Semoga sosok sepertimu lebih banyak menyelami kota Jakarta ini, di tengah metropolitan yang sibuk dan penuh orang-orang yang haus akan hal-hal duniawi, dikelilingi orang-orang pengeluh juga mereka yang mudah menyerah... dan mungkin salah satunya.... seperti diriku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar