6.09.2009

(Kalau baca sepenuhnya jangan sebagian)

2 bulan terakhir ini sudah diwarnai dengan beragam peristiwa, baik yang terjadi pada diri saya sendiri maupun pada orang lain di belahan bumi lain. Hari Minggu kemarin, saya baru saja membaca artikel "Melodrama Oh Melodrama" yang ditulis oleh Budi Suwarna di harian Kompas. Bagaimana media berperan cukup besar dalam kasus Prita Mulyasari dan Manohara Pinot. Kalau dipikir-pikir memang benar, dan 'lucu' juga menurut saya. Kok kasus yang semestinya menjadi kasus rumahtangganya M malah jadi berita nasional. Heran, mbok ya urusan satu orang aja yang jadi 'ngerepotin' semuanya. Terus lagi, yang membuat saya tambah heran kok banyak orang tertarik sih nonton 'kasusnya M', unneccessary banget aja menurut saya. Orang-orang sekarang jadi semakin tambah 'lucu' saja! Semua yang penting jadi kian 'terlupakan', sedangkan hal-hal yang tidak seberapa penting menjadi semakin penting. Kalau seperti itu terus, kapan bisa majunya ya? Heran saya.
Okay enough with 'those stuffs', harus saya akui bahwa tulisan-tulisan Budi Suwarna benar-benar menggugah, semestinya lebih banyak orang Indonesia khususnya, juga baca. Sayang, orang yang baca koran tambah sedikit setiap harinya. Terutama tulisannya tahun 2007 lalu mengenai pendidikan di Finlandia (judul artikelnya: "Belajar dari Sistem Pendidikan Finlandia" Kompas, 27 November 2007) sampai sekarang masih tertempel di dinding kamar saya. Cobaaa para petinggi di Depdiknas sana termasuk Bapak Bambang Sudibyo, SBY dan JK juga baca, saya rasa yang namanya UAN yang-sangat-tidak-penting itu tidak akan diadakan lagi. COBA SEMUA GURU-GURU DI SEKOLAH SAYA YANG TERCINTA ITU JUGA BACA ARTIKEL TERSEBUT, PASTI MEREKA AKAN MUNTAH NGOMONGIN YANG NAMANYA NILAI. SAYANG SEKARANG BELUM MUNTAH-MUNTAH JUGA. (Maaf kalau jadinya di capslock semua, saya pengen aja biar lebih terlihat, padahal yang dimaksud disitu juga belum tentu baca hahaha). Saya tahu saya seharusnya bersyukur sekali bahwa saya bisa mendapatkan pendidikan yang layak, sedangkan masih banyak anak-anak lain di dunia ini yang belum mendapatkan hal tersebut. Namun jangan juga jadikan hal tersebut sebagai alasan bahwa dunia pendidikan sekarang (di negara saya tercinta khususnya) seperti 'kondisinya' yang sekarang ini. Kalau semestinya pendidikan bisa menjadi lebih baik, mengapa tidak? *sigh*
Kemarin, hari Senin sekolah saya dengan SS* mengadakan tes kemampuan. And I really do think that it was very unneccessary, seakan-akan yang namanya pendidikan itu menjadi suatu hal yang komersil. Orangtua-orangtua berbondong-bondong memasukkan anak-anaknya ke 'tempat-tempat' (ya seperti SS* itu) supaya lulus UAN, masuk universitas favorit dan blablabla. Sementara mereka juga susah payah mencari nafkah, padahal nanti akhirnya uang yang diinvestasikan itu belum tentu sepenuhnya berdampak ke anaknya, melainkan lembaga-lembaga seperti SS* itu. Banyak pihak jadi 'korban' lembaga-lembaga yang 'mengkomersialisasikan' pendidikan, sedih saya melihatnya. Tetapi, coba kalau tidak ada yang namanya UAN dan kurikulum tidak hanya mementingkan nilai semata, maka 'lembaga-lembaga' tersebut akan 'mati dengan sendirinya' karena kliennya jadi nihil. Siapa juga yang butuh lembaga-lembaga seperti itu, kalau UAN tidak ada? Begini ya, saya katakan, daripada mendirikan lembaga-lembaga yang menurut saya nonsense itu, mendingan buat lembaga for those who have learning difficulties, itu jauuuuuuuh lebih bermanfaat! Semoga harapan saya bisa terkabul tahun 2012 (kenapa harus tahun 2012? karena saya rasa 3 tahun waktu yang cukup).
Saya rasa saya sudah cukup mengutarakan sebagian isi otak saya hari ini. Semoga siapapun yang membaca dapat membacanya dengan kacamata yang dewasa dan open minded. Saya sudah lelah dengan beberapa g***-g*** saya yang kurang open minded, anak-anak seperti saya jadi kurang terfasilitasi deh, abis yang g***-g*** suka hanya yang bisa diam dan tenang di kelas, dasar konvensionalis! Hahaha (jangan diambil hati ya para g***-g*** saya, tetapi coba dipikirkan kembali).
Oh ya sebuah hal yang buat saya sangat lucu terjadi seminggu sebelum ulangan umum. Ketika itu guru saya yang berinisial Y sedang 'bercerita' mengenai Revolusi Perancis, dengan coba-coba saya dan teman di depan saya melafalkan nama-nama tokoh Perancis di buku cetak. Lalu kemudian (mungkin dia iri kali ya dengan kami yang sedikit bisa melafalkan nama-nama itu) dengan ke-sok-tahuannya dia bilang "L'etat C'est Moi" seperti ini "ya jadi bacanya Letat Ces Moy". Padahal jelas-jelas yang namanya bahasa Perancis d,s,t,x di akhir kata itu tidak dibaca! Dan yang namanya MOI itu bacanya seperti MWA! Dasar beepy beepy banget deh, makanya lain kali kalau emang tidak tahu ya jangan sok tahu. Jadi jangan heran kalau di dalam hati, saya tertawa terpingkal-pingkal hingga wajah saya memerah. Bagaimana tidak?

Ok, saya rasa ini cukup untuk malam ini (sebenarnya sih belum).
God natt.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Hahahahah
dasar pak Y :P
lucu emang orangnya HAHAHAHAHHAHA kocak drey tulisan lo

P. A. Sugandi mengatakan...

Gue akan bilang drey, sistem UAN itu masih berguna di negara ini soalnya penduduknya banyak dan pembangunan belum merata. Ga terlalu bisa juga dibandingin sama Finlandia, masih jauh. Tapi ya, kadang2 gue merasa UAN itu cuma diada-adakan saja sebagai 'proyek' karena well, pengadaan kertasnya saja membutuhkan uang milyaran. Tapi kita tahu apa? Hahaha
cheers, Amez